Pasang Surut Dunia Pendidikan di Cilacap, Wali Murid Akan Tetap Dibebani Pungutan

BARITORAYAPOST.COM (Cilacap) – Bahasa pungutan atau sumbangan di dunia pendidikan perbedaannya sangat tipis. Sumbangan bisa berarti memberikan uang dengan tujuan membantu dengan nominal sesuai kemampuan si pemberi sumbangan. 

Sedangkan pungutan berarti memungut atau meminta uang dari orang lain/pihak kedua dengan nilai atau jumlah tertentu.

Bacaan Lainnya

Kedua bahasa tersebut kini marak menjadi perbincangan masyarakat di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Apalagi kalau bukan sumbangan atau pungutan anak sekolah. 

Ketika pembelajaran tatap muka (PTM) dimulai serentak di semua sekolah, SD maupun SMP di Cilacap, maka mengikuti di belakang kabar adanya sumbangan atau pungutan untuk anak sekolah kembali marak, dengan jumlah nominal berbeda-beda. 

Ada yang Rp 750 ribu, Rp 1,7 juta, Rp 1,5 juta, Rp 1,4 juta, dan Rp 1,3 juta. Bahkan, ada yang mencapai Rp 2 juta per wali murid setiap tahun.

Sontak hal itu mengagetkan para orang tua atau wali murid. Betapa tidak, belum usai pandemi Covid-19 yang melanda hampir dua tahun, kali ini ‘dibebani’ lagi adanya pungutan atau sumbangan anak sekolah. 

Lengkap sudah terpuruknya orang tua atau wali murid. Karena selama pandemi mereka sudah terdampak, belum lagi ekomoni yang terpuruk disebabkan lesunya mobilitas, bahkan para orang tua yang bekerja harus dirumahkan, dan lain-lain. 

Hal-hal seperti itu yang kini dijeritkan orang tua ketika ujug-ujug anaknya yang baru PTM disodori berbagai pungutan atau sumbangan dari sekolah-sekolah mereka, yang jumlahnya tidak sedikit.

Seperti yang disampaikan LSM Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (Gibas) kepada Komisi D DPRD Kabupaten Cilacap, Kamis (4/11/2021).

Ketua Gibas Cilacap Bambang Purwanto mengatakan, pungutan atau sumbangan wali murid seperti direkayasa, dan wali murid tidak bisa menyanggah. 

“Wali murid tidak diberi kesempatan waktu untuk berunding dengan keluarga terlebih dahulu. Format surat pernyataan tidak dibuat oleh sekolah. Surat pernyataan dibuat pada saat itu juga oleh wali murid,” tandasnya. 

Bagi Gibas, pungutan atau sumbangan untuk sekolah seolah-olah hal ini setiap tahun  wajib dilaksanakan oleh wali murid. 

“Seharusnya ini tidak dilakukan oleh sekolah. Bangunan fisik bukan tugas sekolah. Tugas sekolah hanya proses belajar mengajar,” ungkap Bambang di depan anggota Komisi Kesejahteraan Rakyat itu, di lantai 2 Gedung DPRD. 

Karena itu, Gibas menolak pungutan atau sumbangan yang dilakukan sekolah. 

Untuk itu, ke depan Gibas meminta tidak boleh ada kegiatan proyek pembangunan fisik di setiap sekolah. “Dewan dengan tugas pengawasannya harus lebih optimal. Yang penting itu membangun prestasi, bukan gedung,” tegas Bambang.

Sementara Buyung, anggota Gibas mengungkapkan, tujuan sekolah untuk mencerdaskan bangsa bukan mempercantik gedung sekolah. 

Ia meminta Komisi D untuk melakukan pengawasan di sekolah-sekolah. 

“Bentuk pansus soal ini. Banyak komite tidak tahu. Wali murid bukan sapi perah sekolah,” katanya. 

Yang mengejutkan, Buyung menemukan bukti bahwa sumbangan yang ditarik dari wali murid untuk rehab masjid Polsek. “Komite cuma jadi bumper sekolah. Bentuk segera pansus penggunaan bos di sekolah,” tegasnya.

Temuan lain yang disampaikan Gibas diantaranya rapat soal pungutan kepada wali murid tidak ada RAB-nya. Sumbangan mulai Rp 700 ribu. Dan adanya anggaran rapat komite sampai Rp 17 juta. “Padahal rapat tidak ada. Komite cuma buat tameng. Dan wali murid tidak bisa menolak. Mereka takut ada diskriminasi dari sekolah terhadap siswa,” beber Buyung.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi D DPRD Cilacap Didi Yudi Cahyadimengatakan Dewan akan turun ke lapangan, dan semua ini akan disampaikan ke sekolah-sekolah.

Sekretaris Komisi D Suheri menambahkan bahwa Perda No 6 Tahun 2014 Pasal 14 disebutkan, masyarakat boleh memberikan sumbangan sebagai peran serta masyarakat. 

Namun ia mengaku bahwa penerapannya yang salah, dan tidak boleh membebani masyarakat. 

Yang harus didorong, kata Suheri, didasari bahwa pemkab sudah menggelontorkan 30 persen dari APBD untuk biaya pendidikan di Cilacap. Namun karena tidak cukup maka untuk menutupnya diambilkan dari pungutan. 

“Namun praktiknya yang tidak sesuai harapan. Untuk itu kami menyikapi apa yang disampaikan oleh teman-teman dari Gibas bahwa itu memang sering terjadi, yaitu adanya sumbangan wali murid,” katanya. 

Ia menggarisbawahi, yang menjadi persoalan kan karena di situ dalam pengaturan baik di Perda No 6 Tahun 2014 maupun Permendikbud No 44 Tahun 2012 terkait dengan pungutan atau sumbangan, ini kan membuat bingung mereka baik di pihak sekolah maupun komite sekolah. 

Karena desakan adanya kebutuhan untuk menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat, sesuai dengan harapan pemerintah. 

“Di sisi lain kita punya Perda yang tidak boleh memungut biaya sekolah. Antara sumbangan dan pungutan harus dibedakan,” tandas Suheri. 

Menurutnya, memungut biaya sekolah itu tidak boleh di dalam Perda No 6 Tahun 2014. Hanya saja kemampuan kita walaupun sudah di angka sangat maksimal menganggarkan untuk biaya pendidikan di Kabupaten Cilacap itu 30 persen dari APBD setiap tahunnya, tetapi faktanya masih banyak kekurangan, diantaranya untuk menggaji guru GTT PTT yang memang saat ini masih harus diperhatikan. 

Sehingga salah satu upaya untuk memberikan kesejahteraan mereka para komite atau satuan pendidikan itu meminta sumbangan kepada wali murid.

Dan kami di masa pandemi keliling ke sekolah-sekolah memohon jangan menambah beban kepada wali murid di saat pandemi, jangan meminta sumbangan kepada wali murid di saat ekonomi yang sedang susah seperti sekarang. 

Dengan informasi dari Gibas ini tentu akan kita tekankan lagi kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan maupun dengan Komdak yang sekarang sedang kita undang ini untuk melakukan audiensi, agar itu jangan sampai dilakukan. 

Diharapkan hasil dialog ini tentunya ada win win solution agar kebutuhan yang dibutuhkan oleh satuan pendidikan untuk bisa melaksanakan proses belajar mengajar dan memenuhi standar pelayanan minimal itu tercapai, akan tetapi juga tidak membebani kepada wali murid. 

“Kalau sumbangan itu kan sukarela, itu boleh. Tapi kalau pungutan tidak boleh. Hanya teknis melakukan sumbangan inilah seolah-olah ada pemaksaan. Yang namanya sumbangan kan sukarela, yang mampu Rp 1.000 ya kasih Rp 1.000. Dan nominal tidak boleh ditentukan. Bagi mereka masyarakat miskin itu justru sama sekali tidak boleh,” tegasnya.

Terkait pansus, Suheri menegaskan akan dikaji dulu karena itu ranahnya Bamus, bukan di Komisi D-nya. Sebab nanti harus disampaikan ke pimpinan, hasil audiensi nanti untuk menentukan kebijakan lebih lanjut sebagai bahan pertimbangan, apa perlu dibentuk pansus atau tidak. 

Menurut Suheri itu dikaji dulu dan tatibnya juga harus disesuaikan. Seriuskah DPRD, Suheri menegaskan bahwa DPRD serius.

Sementara, di sela audiensi antara DPRD dengan Dinas P dan K Kabupaten Cilacap yang berlangsung tertutup, Gibas mengaku kecewa karena ketidakhadiran Kepala Dinas P dan K Cilacap Sadmoko Danardono. 

Sadmoko mewakilkan kepada Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Kastam. Sedangkan ia sendiri justru menghadiri kerja bakti di Wanareja. 

Gibas kecewa karena kepala bidang tidak bisa mengambil keputusan penting bagi dunia pendidikan di Cilacap. “Kami kecewa,” kata Ketua LSM Gibas Bambang Purwanto. (est/Red/BRP).

Pos terkait