Keluarga Besar Bunan Nataloto Gelar Netek Tumpang Liura Pada Acara Adat Buntang

baritorayapost.com, BARITO TIMUR – Keluarga Besar Bunan Nataloto lakukan pembayaran nazar secara adat Dayak dengan melibatkan masyarakat dan pemangku adat yang digelar di Desa Jaar RT. 13 Kecamatan Dusun Timur Kabupaten Barito Timur.

Hal tersebut secara spiritual dilakukan Mantir Balai dengan melaksanakan Ritual Netek Tumpang Liura atau memulai pelaksanaan Adat istiadat sebagai tanda dan syarat pada acara Adat Buntang Hajat Keluarga Besar Bunan Nataloto dalam tradisi Suku Dayak Maanyan.

Bacaan Lainnya

Kegiatan acara Adat Netek Tumpang Liura dipimpin oleh Mantir Balai Yendisno dan anggota, yang dihadiri oleh Damang Kepala Adat Paju Sapuluh Luitson didampingi para Mantir Adat, Pangulu Adat, Wadian dan Balian, tokoh Adat dan masyarakat Desa Jaar serta undangan lainnya, pada Minggu (06/07/25) malam.

Disela kegiatan adat tersebut, Mantir Balai Yendisno menyampaikan, malam ini nama kegiatannya Netek Tumpang Liura, artinya bahwa kita melaksanakan itu ada suatu tanda yang secara nyata sebagai bukti, bahwa dimulai Netek Tumpang Liura berati upacara ritual tersebut baru dimulai yang menyangkut substansi dari kegiatan tersebut.

Dijelaskannya, tujuan dari kegiatan acara ritual ini sesuai Hukum Adat Dayak Manyan, namanya gawe Kulungan Langit Ungkan Piradu Undru yang artinya dalam rangka pihak keluarga mempunyai dasar atau hajat yang kemudian di dalam kehidupannya ternyata itu terkabul, nah berupa Nasar dan hajatnya itu sesuai dengan hukum adat dan keyakinan. Sehingga suatu keharusan sesuai dengan Hukum Adat kemudian yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ritual tersebut, ujar Yendisno.

Menurutnya, ada beberapa proses sebelum acara itu dilaksanakan, pertama kesepakatan dalam kegiatan upacara ritual semacam ini untuk tidak bisa dilaksanakan individu per individu atau kelompok dengan kelompok. Artinya melibatkan pihak keluarga besar dan kemudian akan mendapatkan persetujuan dari Mantir Adat dan Pangulu Adat termasuk pihak pemerintah dan juga didukung oleh masyarakat Desa Jaar untuk ikut mendukung dan bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut.

“Karena banyak kegiatan-kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan kalau secara perorangan atau berkelompok karena ini akan melibatkan yang namanya wadiah kemudian ada namanya Panganak Hiyang ada juga Mantir Balai, banyak jenis pekerjaan atau sesuatu hal yang harus dipersiapkan dan diadakan untuk persiapan-persiapan tersebut,” ucapnya.

Lebih lanjut dikatakan Yendisno, salah satunya seperti penari-penari tradisional itu namanya Wurung Balai dan itu menandakan keterlibatan masyarakat luas untuk mengajak kepada peserta pengunjung kegiatan upacara tersebut Demi suksesnya upacara ritual tersebut.

Dirinya juga mengungkapkan, syarat dari kegiatan tersebut banyak, pertama kita mempersiapkan berbagai bahan-bahan baku artinya yang dicari atau diambil dari hutan misalnya segala bambu rotan daun kelapa kemudian daun enau yang disebut janur, kemudian ada pepohonan atau kayu-kayu lain yang sangat diperlukan dalam kegiatan tersebut.

Selain itu juga melibatkan peran para Mantir Adat, di sini kita namakan Mantir Adat, tidak ada mantir lain. Kemudian Mantir Adat nanti akan membentuk yang namanya Mantir Balai, siapa orang yang akan bertanggung jawab untuk melaksanakan atau mengkoordinir kegiatan tersebut. nah Wadian atau Balian itu tidak bisa melaksanakan ritual Kalau tidak ada petunjuk dari Manti Balai untuk susunan kegiatan itu.

“Ada lagi hal yang lebih penting sangat substansi juga, misalnya dari ayam, burung dara, itik, kemudian ada babi, ada kambing, kemudian yang paling tingginya ada kerbau. Nah itu sebagai untuk pelaksanaan Iparapa dalam bahasa Maanyan adalah hewan yang akan dikurbankan Nanti pada hari tertentu dalam rangkaian kegiatan itu nanti akan dilaksanakan untuk mengurbankan hewan-hewan tersebut pada hari Iparapa pada acara puncak, kemungkinan nanti sesuai kesepakatan itu akan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 12 Juli 2025,” ungkapnya

Yendisno berharap sebagai masyarakat khususnya sebagai masyarakat Dayak Maanyan, sebagai kearifan lokal budaya tradisi termasuk ritual ini hendaknya dari generasi setiap generasi itu sangat peduli dan concern. Biarpun kita dalam perkembangan era moderen Itukan tetap tidak akan hilang, tetap terus berjalan dan harus dilestarikan dan dikembangkan.

Dirinya juga berpesan dan memohon kepada pemerintah tolong bantu kami dalam rangka meningkatkan kapasitas baik itu Mantir Adat atau Mantir Balai atau tokoh yang berkompeten didalam bidang adat dan ritual termasuk salah satunya adalah wadian atau belian, krena selama inikan mereka itu tidak ada istilahnya insentif. Jadi ini nanti kalau misalnya Anda kepedulian dari pemerintah mudah-mudahan dengan harapan besar bahwa untuk kegiatan atau upacara-upacara adat akan datang semacam ini nanti akan banyak generasi yang tertarik ingin melestarikan dan ikut serta berpartisipasi, pinta, Yendisno.

Hal senada dikatakan Damang Kepala Adat Paju Sapuluh Luitson”, Bahwa kegiatan yang dilaksanakan pada malam ini yakni bayar nasar orang tua, nenek dari saudara Bunan Nataloto yang sudah lama meninggal, sekitar tahun 1980. Kemudian roh dari orang tua itu meminta untuk membayarkan nasar tersebut.

“Nah kebetulan saudara Bunan sebagai cucu yang berhasil dan menjadi sukses, jadi bertanggung jawab membayar nasar atau hajat sampai selesainya kegiatan nanti”, ucap Damang.

Ditambahkannya, kegiatan Adat Buntang ini dari Kademangan Paju Sapuluh pada dasarnya memang milik Kaharingan, milik nenek moyang kami asli masyarakat adat Dayak Maanyan, pungkas Damang.

Sementara, Bunan Nataloto pada kesempatannya mengatakan bahwa pihaknya selama ini telah menjalani proses ritual adat sebagai ucapan syukur dengan membayar nazar.

“Harapan saya, setelah ritual ini terbayar mudah-mudah kehidupan anak cucu tidak ditagih lagi karena sudah dilaksanakan nazar,” pungkasnya.(BRP)

Pos terkait