Sabtuno mengaku tidak sepakat dengan pernyataan polisi yang menyatakan bahwa portal yang dipasang pihaknya dibuka oleh masyarakat.
“Tidak sesuai dengan fakta di lapangan karena masyarakat tidak ada yang keberatan dengan aksi kami,” tegasnya.
Menurutnya kehadiran aparat kepolisian di lokasi pemortalan justru membuat pihaknya terintimidasi karena ditekan untuk membuka portal yang dipasang di lahan kliennya. Selain itu pihak juga kecewa dengan pembiaran yang dilakukan perusahaan terhadap sopir angkutan yang berada di lokasi pemortalan lebih dari 24 jam.
“Supir tidak kunjung dipulangkan ke rumah melampaui jam kerja. Kami rasa ini tujuannya agar kami dibenturkan dengan supir angkutan,” jelasnya.
Sabtuno tetap teguh pada prinsip untuk mempertahankan hak kliennya. Bahkan pada hari ini dia juga menyampaikan surat pemberitahuan bahwa nanti pada tanggal 8 Maret 2022 akan kembali melakukan penutupan atau pemortalan dan membuat patok batas secara semi permanen pada lahan yang diklaim sebagai milik kliennya.