Hinting Adat PT. AKT Masyarakat ADAT Kedamangan Batura dan Laung Tuhup Menuntut Kewajiban Adat Pihak Investasi Sebesar 1 %

baritorayapost.com, PALANGKA RAYA – Hukum Adat Dayak Siang Murung Tahun 1967 mengatur tentang suatu Kewajiban Adat bagi pihak Investor yang berinvestasi dalam Wilayah Adat. Ketentuan ini termuat pada Bagian V Tindakan Hukum Adat Dalam Pembangunan, Pasal 200 “Kouh Dusa Dulun Satiar Takin Lowu Atawa Daerah Bokon” ialah tuntutan adat jika orang lain berusaha (satiar) dari kampong atau daerah lain. Bahwa hak berusaha diatas tanah, dalam tanah dan di air bagi orang-orang dari kampong atau daerah lain, maka hasil-hasil yang didapatnya menurut Adat harus dipungut dari pengusaha-pengusaha sebesar 1% (Satu Persen) umpamanya :

1. Ayat (2) dari jumlah segala hasil-hasil hutan yang didapat, 1 % (Satu Persen) dari jumlah penghasilan, baikpun berupa barang/benda, uang dan sebagainya;2. Ayat (3) dari jumlah segala hasil-hasil tambang yang didapat, harus dipungut 1 % (Satu Persen) dari jumlah penghasilannya, baik berupa barang/benda, uang dan sebagainya, untuk Kas Adat Sosial Kampung, selaku terima kasih yang bersangkutan kepada daerah penghasil yang mempunyai Wilayah Hukum Adat yang Murni;

Bacaan Lainnya

Menurut Ketua AMAN Murung Raya, Syahrudin mengatakan selama ini ketentuan Hukum Adat Dayak Siang Murung ini, khususnya Pasal 200 Ayat (2) dan (3), tidak pernah diberlakukan. Hal ini sejalan dengan informasi yang dihasilkan dari kegiatan koordinasi dan komunikasi yang dibangun dengan pihak Kedamangan terkait dan Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Murung Raya. Selanjutnya, Kitab Hukum Adat Dayak Siang Murung Tahun 1967, khususnya Pasal 200 ayat (2) dan (3) sangat penting untuk diketahui oleh semua pihak, terutama sekali Masyarakat adat di Kabupaten Murung Raya, agar mereka mengetahui tentang hak mereka atas hasil pengelolaan Sumber Daya Alam. Ketentuan hukum adat ini juga penting diketahui banyak pihak agar tidak dimanfaatkan oleh baik oknum/kelompok tertentu guna kepentingan pribadi atau kelompok, melainkan untuk kepentingan Masyarakat Adat luas di Kabupaten Murung Raya.

Syahrudin juga menambahkan, bahwa didalam upaya untuk memperjuangkan hak Masyarakat Adat atas Kewajiban Adat pihak investasi yang berusaha dalam wilayah adatnya sebesar 1 %, kurang mendapat dukungan baik oleh DAD Kabupaten Murung Raya maupun Pemerintah Daerah dengan alasan belum disusun sebuah mekanisme penagihan dan pengelolaan.

Alasan ini sangat aneh dan tidak masuk akal, mengingat DAD Kabupaten Murung Raya sudah lama ada dan menangani perkara adat dengan buku/kitan Hukum Adat yang sama, tapi mengapa mekanisme penagihan ini tidak pernah disusun, namun terkesan menghalangi upaya Damang Kepala Adat Kedamangan barito Tuhup Raya dan Laung Tuhup, yang didampingi oleh AMAN Murung Raya dan Persatuan Silat Dayak Kalimantan Tengah (PSDKT) “Tantara Lawung” untuk melakukan penagihan guna penegakan hukum adat.

Apa sebenarnya yang mereka lakukan selama ini dalam penegakan hukum adat, sehingga Pasal 200 Ayat (2) dan (3) tidak pernah di pungut oleh Damang Kepala Adat/Mantir Perdamaian Adat, sebagai upaya untuk penegakan hukum adat. Kondisi yang demikian patut mendapat perhatian semua pihak yang perduli dengan Masyarakat Adat, guna mewujudkan Masyarakat Adat yang Mandiri secara ekonomi, berdaulat secara politik dan bermartabat secara Budaya.

Kemudian sebagai bentuk pernyataan sikap atas kurangnya penghargaan pihak perusahaan terhadap upaya Komunikasi dan Koordinasi yang dibangun guna musyawarah dan mufakat terkait ketentuan Kewajiban adat pihak perusahaan, maka dilakukan Pemasangan Hinting Adat di lokasi jalan Houling PT. Asmin Koalindo Tuhup (AKT). Tindakan adat ini merupakan pembelajaran penting bagi semua Investor yang berinvestasi dalam wilayah adat, agar kedepannya mereka dapat menghargai dan menghormati keberadaan Masyarakat Adat beserta Hukum Adat dan kearifan lokalnya. Kedepannya, sangat tidak menutup kemungkinan akan dilakukan tindakan adat dalam bentuk pemasangan Hinting adat bagi pihak Investor/Perusahaan yang tidak menghargai dan menghormati Kelembagaan Adat, Hukum Adat dan Masyarakat Adat yang ada di kabupaten Murung Raya, pungkasnya.

Ditempat yang terpisah Sekjen PSDKT “Tantara Lawung”, Eddy Taufan, S.Pd.,M.Pd mengatakan bahwa kehadiran PSDKT dalam persoalan Penegakan Hukum Adat, terutama sekali yang berkaitan dengan ketentuan Hukum Adat Dayak Siang Murung Tahun 1967, Pasal 200 Ayat (2) dan (3) adalah sebagai pendamping guna memberikan advokasi kepada Damang Kepala Adat Kedamangan Batura dan Laung Tuhup. Dimana ada ketidakadilan dan ketidakbenaran dalam penegakan hukum adat dan terhadap Masyarakat Adat,  PSDKT “Tantara Lawung” pasti hadir dan siap memberikan pembelaan dan perlindungan, apapun resiko dan tantangannya. Dalam menjalankan tugas kelembagaan untuk Advokasi Masyarakat Adat dan Kelembagaan Adat, terutama sekali lembaga Kedamangan, PSDKT “Tantara Lawung” tetap berpedoman pada amanat Peraturan daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah dan mengedepankan prinsif Belom Bahadat. Kewajiban Adat pihak investasi sebesar 1 % sebagaimana ketentuan Hukum Adat Dayak Siang Murung Tahun 1967 wajib untuk diberlakukan dan ditegakan tanpa terkecuali, sepanjang masih belum ada pencabutan atau pengecualian tertulis berdasarkan prosedur dan mekanisme adat yang berlaku dikalangan Masyarakat Adat. Semua pihak terutama sekali DAD Kabupaten Murung Raya wajib untuk mendukung upaya Damang Kepala Adat dalam menegakkan Hukum Adat tanpa terkecuali dan tanpa membeda-bedakan pasal dan ayat dalam hukum adat, sepanjang itu masih belum ada pencabutan atau pengecualian. Kewajiban adat pihak investasi sebesar 1 % adalah hak Masyarakat adat yang bermanfaat untuk menunjang kehidupannya guna mewujudkan Masyarakat Adat yang sejahtera dan bermartabat.

Penegakan hukum adat terkait Pasal 200 ini wajib menjadi perhatian dan mendapat dukungan semua pihak, sebagai wujud kepedulian bersama Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Tengah. Siapapun yang mencoba menghalang-halangi atau menghambat upaya penegakan hukum adat dengan tanpa alasan yang jelas dan prinsif yang mendasar akan dianggap sebagai penghianat terhadap Masyarakat adat dan para leluhur. Sudah saatnya masyarakat adat bangkit bersatu untuk memahami secara utuh hak-hak adatnya atas segala hal dalam lingkungan wilayah adatnya dan berjuang untuk mewujudkan hak adat tersebut, mengingat hak-hak adat masyarakat adat sudah diakui dan dilindungi serta diatur dalam suatu ketentuan hukum, khususnya dalam Perda 16/2008 tentang Kelembagaan adat Dayak di Kalimantan Tengah, pungkasnya. (BRP)

Pos terkait