Kepala Adat Modang Long Wai Daud Luwing, Sekretaris Adat Benediktus Beng Lui, dan Dewan Adat Daerah Kaltim Elisason.
BARITORAYAPOST. COM (Kutai Timur) — Konflik warga dengan perusahaan kelapa sawit memakan korban. Kali ini tiga tokoh adat Dayak Modang Long Wai Desa Long Bentuq Kecamatan Kutai Timur (Kutim) Kalimantan Timur (Kaltim) ditangkap polisi bersenjata lengkap, Sabtu (27/2/2021).
Sebagaimana diberitakan, mereka ditangkap diduga terkait pemblokiran jalan perusahaan kelapa sawit di awal bulan Februari ini.
Ketiganya adalah, Kepala Adat Modang Long Wai Daud Luwing, Sekretaris Adat Benediktus Beng Lui, dan Dewan Adat Daerah Kaltim Elisason. Mereka langsung diangkut menuju Kantor Polres Kutim.
“Belum, masih proses. Belum ada penahanan,” tulis Kepala Polres Kutim Ajun Komisaris Besar Welly Djatmoko melalui pesan singkat Whats App, Minggu (28/2/2021) kepada wartawan. Welly menerangkan, status tokoh adat Dayak ini masih sebagai saksi dan tidak ada penahanan.
Lanjut Kapolres Welly, ketiganya memang sedang berada di Makopolres Kutim. Hanya saja untuk sekedar pemeriksaan.
“Jadi belum ada penahanan, masih diperiksa sebagai saksi,” terangnya.
Untuk saat ini, kata Kapolres, pemeriksaan masih terus berlanjut. Dijelaskannya, penjemputan ketiganya bermula dari laporan masyarakat. Dari laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Polres Kutim dan menjemput ketiga tokoh adat tersebut.
“Ada pelaporan dari masyarakat bukan dari PT SAWA. Yang diperiksa sebagai saksi sudah ada 20 orang,” jelasnya.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim menyatakan siap membantu perjuangan warga atas haknya yang saat ini dikuasai perusahaan kelapa sawit. Mereka akan menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memberikan kepastian tentang batas kawasan hutan adat menjadi persengketaan.
Selain itu, Walhipun berharap keberpihakan negara dalam memberikan dukungan terhadap warganya yang terancam kriminalisasi aparat di lapangan. Sehubungan kasus ini, menurutnya, negara harus memberikan kesempatan warga dalam menentukan nasibnya sendiri tanpa adanya aktivitas perkebunan kelapa sawit.
“Kalau warga merasa mereka bisa lebih bahagia tanpa ada perkebunan kelapa sawit, negara harus bisa mendukung. Negara harus berpihak pada warganya,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Yohana Tiko.
Sebagaimana diberitakan, konflik panjang ini bermula dari pencaplokan lahan hutan adat sekian tahun silam tetapi tidak ada penyelesaian.
Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai mengeluhkan persengketaan warga dengan perusahaan kelapa sawit di Kutim. Perusahaan selama 15 tahun terakhir sudah menduduki seluas 4 ribu hektare area hutan adat.
Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai turun-temurun tinggal menetap Desa Long Bentuq Kecamatan Busang Kutim. Populasi masyarakatnya hanya 250 jiwa dengan mata pencaharian berburu dan berladang.
Semasa 2006 silam, Kabupaten Kutim menerbitkan izin pembukaan perkebunan kelapa sawit seluas 14.350 hektare di Busang. Area perkebunan atas nama PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA) sebuah perusahaan di bawah Tri Putra Group bersinggungan dengan hutan adat warga.
Masyarakat Dayak Modang lantas berinisiatif memblokir akses kendaraan pengangkut CPO milik SAWA. Warga berpegang ketentuan Surat Keputusan Pemprov Kaltim di mana isinya melarang aktivitas kendaraan perkebunan sawit dan batu bara melintasi jalanan umum. Karena jalan desa rusak, maka warga memblokir jalan umum tersebut. (dari berbagai sumber/red/BRP).