BARITORAYAPOST.COM (Jakarta) – Kelompok masyarakat Dayak yang tergabung dalam kelompok Gerakan Dayak Nasional (GDN) menggelar aksi depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019). Mereka menuntut Presiden Jokowi agar menaruh perhatian bagi putra dan putri Dayak untuk menempatkan posisi di .kabinetnya.
Seperti aksi-aksi pada umunya, aksi kali ini terlihat agak beda dan unik. Massa aksi Gerakan Dayak Nasional tersebut mengenakan pakaian adat khas Dayak, Kalimantan. Sambil berorasi massa aksi terus menyerukan kepada presiden Jokowi untuk tidak menganggap Kalimantan sebagai objek Ibukota Baru Indonesia, namun harus adanya representasi masyarakat Dayak.
Tokoh Muda Kalimantan Barat, Fransiska Leni Marlina yang juga Pemerhati Budaya Suku Dayak di sela aksi mengungkapkan keprihatinannya terhadap Negara Indonesia.
Ia melihat adanya ketidakadilan pemerintah terlebih kepada Presiden yang tidak pernah mengakomodir dan memberi kesempatan kepada orang Dayak untuk masuk dalam Kabinet Presiden.
“Selama 74 tahun Indonesia merdeka, orang dayak belum ada yang masuk dalam kabinet pemerintah, hal ini membuktikan bahwa negara sedang memperlihatkan ketidakadilannya,” tegas Leni.
Kalimantan, lanjutnya, adalah salah satu lumbung pembangunan dan perkembangan bangsa dan negara Indonesia. Namun ironisnya, orang Dayak belum pernah masuk dalam kabinet pemerintahan dari masa ke masa.
“Hari ini, kami yanng tergabung dalam Gerakan Dayak Nasional menuntut Presiden Jokowi-Ma’ruf sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih agar tidak menjad pelupa.” ungkapnya.
Selain itu, berkenaan dengan Penetapan Ibu Kota Negara yang baru di Kalimantan Timur, Leni mengharapkan agar Kalimantan tidak sekedar menjadi objek kerakusan bagi pemangku kepentingan, namun harus mengutamakan sikap kenegarawan.
Baca Juga:
Masyarakat Kalimantan Desak Kabinet Jokowi-Maruf Harus Ada Orang Dayak
“Orang dayak bukanlah objek eksploitasi. Tapi harus ada dalam kabinet yang merupakan representasi dari masyarakat Dayak. Ini harapan besar kami kepada Pak Jokowi-Ma’ruf. Karena kami tidak mau hanya menjadi penonton di negeri ini,” katanya.
Sementara, Aurel, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Tanjungpura, mengatakan ada tiga poin tuntutan dari Gerakan Dayak Nasional.
“Pertama, kami sebagai masyarakat Dayak meminta Presiden Jokowi untuk melibatkan putra-putri dayak dalam kabinetnya,” tutur Aurel.
Yang kedua, lanjut Aurel, kami menuntut negara untuk merevisi beberapa undang-undang pengelolaan Sumber Daya Alam yang tidak sesuai dengan masyarakat Adat.
“Ketiga, kami meminta Presiden untuk menetapkan agama Kaharingan sebagai agama resmi negara,” kata aktivis Dayak ini. (Red/BRP).