
BARITORAYAPOST.COM (Tamiang Layang) – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertran) kabupaten Barito Timur (Bartim) provinsi Kalimantan Tengah, tanggapi permohonan puluhan karyawan yang datang didampingi Ketua Dewan Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja seluruh Indonesia (DPC FSP-KEP SPSI) Rama Yudi yang menilai pihak PT. Widya Sapta Contractor (Wasco) melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak.
Kepala Disnakertran Bartim, Darius Adrian kepada awak media menyampaikan akan menindaklanjuti permohonan PHI dari karyawan PT. Wasco dengan melakukan mediasi terlebih dahulu kepada para pihak, misalnya pertama dari karyawan juga pihak manage perusahaan. “Nanti akan dicoba untuk melakukan musyawarah untuk mufakat, untuk menentukan suatu kesepakatan,” ucap Darius di kantornya, Selasa, (15/09/2020).
Menurutnya, pihak Disnakertran terlebihdahulu akan mempelajari berkas yang diajukan. Kalaupun tidak lengkap nanti akan kami hubungi untuk melengkapi, setelah itu kita akan tindaklanjuti dengan melakukan Tripartit, lanjutnyanya.
“Apabila nanti tidak ada kesepakatan, Disnakertran akan mengeluarkan anjuran sesuai dengan aturan, didalam anjuran itu nanti silahkan para pihak menilai, kalau tidak puas dengan anjuran nantinya, silahkan melanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial,” jelas Darius.
Dengan lapora karyawan sebanyak 38 orang mengajukan PHI, kalau rencana dari PT. Wasco rencananya dalam bulan september ini ada 73 orang karyawan yang akan di PHK, data yang sudah dilaporkan ada 14 orang.
“Pada prinsipnya kami siap melaksanakan tugas, kalau memang ada laporan dari karyawan, sesuai dengan prosedur, untumanya untuk membantu para karyawan,” ungkap Darius.
Sebelumnya, tindakan yang dilakukan para karyawan PT. Wasco yang bergerak dibidang Kontruksi jalan, merupakan kontraktor dari perusahaan tambang batubara PT. Adaro Indonesia ini, sudah menyerahkan permohonan PHI yang pertama karena pihaknya tidak puas dan tidak terima di PHK secara sepihak oleh PT. Wasco, tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu.
Juni Asmadi salah satu karyawan yang mewakili rekan-rekan karyawan, usai menyerahkan permohonan PHI menjelaskan bahwa pihak perusahaan telah bertindak semaunya sehingga dinilai melanggar Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
“Pihak perusahaan telah melakukan PHK tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, kemudian masalah pesangonnya, sesulit apapun kesulitan perusahaan kita paham, namun pesangon untuk karyawan tetap harus ada dan nilainya tidak semau mereka, namun harus sesuai dengan Undang – Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan”, jelasnya.
Lebih lanjut, kemaren kami sudah melakukan perundingan dengan pihak perusahaan, kami tanyakan kenapa angka uang pesangon dari perusahaan tidak ada rinciannya sama sekali, tanggal awal masuk karyawan juga tidak, yang ada hanya keterangan masa berakhirnya saja, ungkap Juni Asmadi.
Harusnya ada minimal ada tiga rincian, pertama pesangon, kedua Penghargaan Masa Kerja (PMK/red) dan uang penghargaan jasa, rincian itu tidak ada sama sekali. Kita hanya diberikan jawaban dari pihak perusahaan “Kalau kalian tidak puas silahkan ke Disnaker, kalau Disnaker memanggil, kami siap datang”, ucapnya menirukan kalimat yang disampaikan perwakilan PT. Wasco.
“Kami berterima kasih karena permohonan kamibtelah diterima pihak Disnakertran Bartim. Harapan kami tidak muluk-muluk, kami minta uang pesangon kami dibayarkan sesuai atruan perundang-undangan,” harap Juni.
Seirama dengan Ketua DPC FSP-KEP SPSI Bartim, Rama Yudi yang mendampingi puluhan karyawan PT. Wasco dalam kesemoatannya mengatakan bahwa PT. Wasco dalam hal ini juga mempuanyai kesalahan dengan kita, diantaranya yang dilakukan PT. Wasco termasuk PHK masal, dalam undang-undang, perusahaan dalam melakukan PHK massal wajib mendapat izin sesuai aturan.
Menurut Rama Yudi, perusahaan hanya dapat melakukan PHK kepada pekerja setelah memperoleh penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI). Jika perusahaan melakukan PHK massal tanpa memperoleh penetapan dari LPPHI, maka PHK massal batal demi hukum (Pasal 155 ayat (1) UU Ketenagakerjaan).
“Perusahaan tidak bisa melakukan PHK massal semaunya, seperti pasal 158 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karena pasal tersebut telah dicabut”, jelasnya.
Dirinya juga berterima kasih kepada Disnakertran Bartim, karena permohonan mereka telah diterima. “Untuk kedepannya kita akan menyiapkan kronologis serta berkas yang lain untuk persiapan mediasi Tripartit kedepannya,” pungkasnya. (YCP/Red)