Empat Usulan Revisi UU KPK oleh DPR Di Tolak Presiden Jokowi

(Foto: Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden) 

BARITORAYAPOST.COM (Jakarta) – Presiden Joko Widodo telah meminta Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menyampaikan dan membahas sikap serta pandangan pemerintah terkait substansi dalam usulan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dalam arahannya itu, Kepala Negara menegaskan bahwa KPK harus terus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai. KPK juga harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Untuk itu, Presiden Joko Widodo menolak sejumlah substansi yang disampaikan oleh DPR dalam pembahasan revisi UU KPK tersebut.

“Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi RUU inisiatif DPR ini yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK,” ujarnya saat menyampaikan sikap pemerintah terkait usulan revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat, 11 September 2019.

Pertama, Presiden tidak menyetujui pandangan bahwa KPK harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya, izin kepada pihak pengadilan.

“Tidak! KPK cukup memperoleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan,” ucapnya.

Kedua, Kepala Negara berpandangan bahwa penyelidik dan penyidik KPK juga dapat berasal dari unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. Sebelumnya, pihak DPR berpandangan bahwa penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari unsur kepolisian dan kejaksaan.

“Saya juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar,” tuturnya.

Ketiga, Presiden tidak menyetujui bila KPK diwajibkan untuk berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung dalam proses penuntutan. Menurutnya, sistem penuntutan yang telah berlaku selama ini telah berjalan dengan baik.

“Sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi,” kata Presiden.

Keempat, kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) juga tidak boleh dipangkas dan dilimpahkan kepada kementerian atau lembaga lainnya.

“Saya juga tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK diberikan kepada kementerian atau lembaga lain. Tidak, saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini,” ujarnya. (Red).

Jakarta, 13 September 2019
Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden
Erlin Suastini

Pos terkait