
Gubernur Sugianto Sabran (tengah) saat meninjau jalan Pertamina (6/8/2020).
BARITORAYSPOST. COM (Palangkaraya) – Ditandatanganinya nota kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Provinsi Kalteng, Bupati Barito Timur dengan PT Pertamina merupakan langkah maju dalam penyelesaian sengketa jalan hauling yang berlarut-larut.
Sebagaimana diketahui, Jalan hauling PT Pertamina sejak tahun 2010 di era kepemimpinan Bupati Zain Alkim, jalan itu tidak diakui sebagai milik PT Pertamina.
Bahkan dari berbagi produk hukum, baik Perda maupun SK Bupati yang melegalkan pengelolaan jalan tersebut oleh pihak ketiga (Asosiasi Perusahaan batubara/APB Bartim) tidak mengakui jalan tersebut.
Dalam berbagai produk hukum jalan hauling itu disebut sebagai jalan ‘Eks-Pertamina’, bahkan belakangan ada yang berniat menghapus jejak Pertamina sama sekali dengan menyebutnya sebagai Jalan Industri Raya.
Ibarat api dalam sekam, saat ini situasi di lapangan tampak adem ayem saja. Tetapi dikhawatirkan jika nanti Pertamina yang dalam hal ini operator lapangannya adalah PT Patra Jasa, berbagai perasalan laten dikhawatirkan bakal muncul.
Itulah yang dari awal disadari Gubernur Kalteng Sugianto. Karena itu Gubernur berharap, dengan hadirnya Pertamina, maka hal itu bisa menyelesaikan masalah atau konflik sosial yang selama ini timbul. Seperti perkelahian antar warga, antar kelompok untuk berebut akses ekonomi.
Gubernur berharap berkelahian yang pernah terjadi tidak terulang kembali. Dan di sini pentingnya peran bupati dalam menyelesaikan masalah sosial.
Segala macam ketegangan sosial, menurut Gubernur harus bisa diselesaikan dalam semangat Rumah Betang.
Rumah Betang adalah wujud kearifan lokal masyarakat Kalimantan Tengah. Tempat segala persoalan bisa diselesaikan secara keleluarhaan, secara musyawarah.
“Rumah Betang adalah rumah adat yang bentuknya panjang, tinggi dan besar. Hal itu menjadi simbol/makna bahwa segala masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Secara musyawarah dalam menyelesaikan masalah, mufakat dalam mencapai tujuan,” kata Gubernur.
“Jika konflik sosial tak bisa diselesaikan di ‘Rumah Betang’, maka yang rugi adalah masyarakat Kalimantan Tengah sendiri. Kondusivitas masyarakat sangat penting,” lanjut Sugianto.
Ia sebagai pimpinan daerah sangat menaruh oerhatian dan sangatbberkepentingan terciptanya kondusivitas daerah. “Jika tidak kondusif dan masyarakat ribut terus, investor tidak mau masuk. Kita tidak bisa bekerja dengan aman. Yang rugi adalah pemerintah dan masyarakat Kalimantan Tengah sendiri,” lanjutnya.
Karena itu menurut Sugianto, peran Bupati, Kapolres, Dandim, tokoh masyarakat sangat penting dalam menjaga keamanan dan ketenteraman masyarakat. Dengan suasana masyarakat yang tenang dan tenteram, kegiatan usaha akan berlangsung aman dan nyaman. (yes/Red/BRP).