BARITORAYAPOST.COM (Tamiang Layang) – Pola kemitraan Perusahaan Besar Swasta (PBS) yang bergerak di bidang usaha perkebunan kelapa sawit melalui program plasma merupakan amanat Undang Undang (UU) nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan dan pada tahun 2007, perusahaan swasta yang membuka kebun inti sawit, wajib membangun plasma seluas 20 persen dari luas hak guna usaha (HGU). Namun, sejak berlakunya Permentan nomor 98 tahun 2013 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan.plasma masyarakat juga dapat dibangun dari lahan di luar konsesi dengan luas yang sama yakni 20 persen luas HGU.
Namun program plasma seringkali jauh dari harapan tidak semua perusahaan berlaku transparan terkait program plasma termasuk bagaimana hitungan-hitungannya.salah satu contoh seperti yang dialami oleh Setrianto yang kebun plasma nya masuk dalam konsensi PT Ketapang Subur Lestari (KSL).
Dituturkan bahwa setiap bulannya pembayaran yang masuk ke rekeningnya dari beberapa tahun sebelumnya sampai saat ini nominalnya tetap sama.yakni Rp.295.000,- (Dua Ratus Sembilan Puluh Lima Ribu Rupiah) dari luas plasma 2,4 Hektar dan tidak pernah ada penjelasan dari pihak perusahaan apakah nominal tersebut sudah dipotong biaya pemeliharaan, operasional maupun koperasi katanya saat dikonfirmasi, Selasa (5/2/2020)
Tidak sampai disitu saja.penjelasan terkait harga Tandan Buah Segar (TBS) juga tidak diketahui demikian juga berapa Ton hasil buah saat panen raya atau tandan masak per pohon lebih banyak dari normalnya itu pun tidak ada penjelasannya, sementara hasil yang diterima pemilik plasma, itu ditentukan dari berapa Ton hasil panen buah tersebut bebernya.
Disinyalir setelah plasma panen perusahaan membeli buah sawit dengan harga sesukanya padahal pemerintah sudah mengeluarkan acuan harga buah sawit tapi yang sering terjadi, petani tidak mengetahui harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang dikeluarkan pemerintah sehingga berapa pun harga yang dikeluarkan perusahaan, itulah harga yang diterima petani.
dan dari puluhan bahkan ratusan kebun plasma yang ada di Kabupaten Barito Timur hasil dari plasmanya jauh dari apa yang diharapakan.
Setrianto berharap agar pemasalahan pembayaran hasil kebun plasma oleh pihak perusahaan bisa lebih transparan, dengan mengeluarkan rincian dari harga TDS maupun pemotongannya agar permasalahan yang ada tidak bergulir dan menjadi lebih besar dikemudian harinya.(Adi/Red/BRP)