Ali Nasrullah (hem merah) dan Yohanes Widada (paling kiri) dalam acara refleksi Hari Pers Nasional.
BARITORAYAPOST.COM (Jakarta) – Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) mengisi Hari Pers Nasional dengan serangkaian refleksi.
Acara refleksi para insan pers ini bertempat di Gedung Sugondo komplek GOR POPKI Cibubur, pada Selasa (10/2/2020).
Sebagai asosiasi wartawan yang andil dalam kancah reformasi tahun 1998-an, AWDI turut memperjuangkan terwujudnya kebebasan pers dan pentingnya Dewan Pers sebagai lembaga pengawas dan pelindung pers.
Sekjen AWDI Ali Nasrullah Ramadhan mengingatkan nilai-nilai spiritual reformasi hendaknya tetap menjadi acuan kerja insan pers dan perusahaan pers.
“Peran pers nasional harus menjadi sarana memelihara keberagaman dan menyatukan warna ke-Indonesiaan,” papar Ali.
Dan di mana posisi pers yang independen sebagaimana diperjuangkan dalam semangat reformasi? Pers harus independen dalam menjaga dan menjamin terselenggaranya kepentingan publik.
Saat ini, terjadi kecenderungan pers merusak kepentingan publik, membuat bingung publik. Bahkan tak jarang sering pers menciptakan kepanikan dan ketakutan publik.
Ali juga menggaris bawahi, independensi pers nasional selama ini dirusak. “Karena Hari Pers Nasional itu bertepatan dengan hari ulang tahunnya salah satu asosiasi wartawan. Karena itu, Hari Pers selama ini hanya diramaikan oleh anggota dan simpatisan salah satu asosiasi wartawan tersebut,” kata Ali.
Anggota asosiasi wartawan lain kikuk untuk ikut merayakan hari pers. Malah hanya jadi penonton.”Padahal, di negeri ini banyak asosiasi wartawan, dengan puluhan ribu anggotanya.”
Ia berharap, ke depan segera dicari momentum untuk mengoreksi hari pers nasional. Agar seluruh insan pers dengan aneka asosiasi bisa merayakan bersama. “Dalam hal ini Pemerintah hendaknya tidak berpihak ke satu asosiasi saja. Pemerintah harus adil pada insan pers lainnya. Dengan demikian kita semua bersemangat berbuat dan berpartisipasi untuk membangun negeri”.
Di dalam acara yang sama, salah seorang jurnalis senior Yohanes S Widada menjelaskan, pers Indonesia harus berkontribusi nyata dalam pembangunan Indonesia ke depan.
“Pers selama ini terjebak pada horor journalism Yakni mengeksploitasi berita-berita bencana, berita buruk, berita yang menakutkan sebagai andalan jualan mencapai rating atau meraih viral,” tuturnya.
Dijelaskannya, perspektif insan pers masih konvensional. Yaitu mengembangkan mashab “bad news is good news“.
Mulai saat ini, lanjut Yohanes Widada, AWDI harus bisa mempelopori perspektif baru. Yaitu happy journalism. Jurnalisme yang membangun optimisme, yang membangkitkan harapan dan memberi guidance.
“Succes story, berita gembira, berita tentang keberhasilan, prestasi, kreativitas, dan hal lain yang menginspirasi, harus diperkuat. Harus dijadikan viral. Jangan hanya bikin viral bencana, dan kemalangan orang,” paparnya.
Karena itu ia menilai, sangat tepat AWDI dalam rangka memperingati hari pers nasional ini memprakarsai diselenggarakannya Festival Pancak Silat Tradisi Tingkat Nasional. “Hal ini akan menjadi spirit baru bagi insan pers dalam turut merajut dan memperkokoh ke-Indonesiaan.” (Yes/Red/BRP).