BARITORAYAPOST.COM (Jakarta) – Webinar tentang Implementasi Omnibus Law Cipta Kerja dalam Mendukung Kemudahan Penerbitan Sertifikasi Halal bagi UMKM diselenggarakan untuk menjelaskan pentingnya UU Cipta Kerja bagi kemajuan industri halal di Indonesia.
UU Cipta Kerja, Mendukung Kemajuan Produk Halal bagi Pelaku UMK
Diskusi tersebut dihadiri berbagai kalangan seperti Perwakilan The Halal Institute, Arifin S.J dan Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia/Anggota MUI bagian Perundang-Undangan, Erfandi, SH, MH, pada Jum’at (11/12).
Halal Institute turut berperan dalam mengkaji proses sertifikasi kehalalan termasuk bertemu dengan fraksi PPP. UU Cipta Kerja klaster halal merupakan salah satu upaya Halal Institute untuk membumikan produk halal. Dengan UU Cipta Kerja, Pemerintah hadir melalui Kemenag dan MUI yang diwujudkan melalui BPJPH.
Arifin S.J menjelaskan, UU Cipta Kerja memberikan kemudahan berusaha yang diwujudkan dalam bentuk self-declare dari pelaku UMK untuk menunjukkan produknya halal.
Namun, tetap harus ada kesaksian yang sudah distandarkan oleh BPJPH seperti sebuah akad. Saksinya adalah dihadiri oleh perwakilan ormas Islam setempat. Proses ini tidak serumit dulu karena ada banyak perubahan.
“Ada banyak hal strategis yang membuat jaminan produk halal (JPH) lebih efisien. Sebanyak 22 pasal berubah dari UU JPH dan penambahan 2 pasal baru yang meliputi berbagai aspek kerjasama BPJPH dengan MUI dan LPH,” tutur Arifin.
Senada dengan hal itu, Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama, Erfandi mengatakan, sejarah regulasi halal bukan hanya terkait dengan kepentingan umat Islam tetapi juga ada kepentingan dagang.
Pengaturan halal sudah mulai luas seperti masuknya kosmetik dan obat-obatan.
“Regulasi halal masuk ke UU Cipta Kerja pada Bab III tentang ekosistem, investasi dan kegiatan berusaha. Artinya, kerjasama MUI dengan BPJPH dengan penetapan kehalalan produk untuk mendorong kemajuan ekosismtem industri halal Indonesia,” ujar Erfandi. (Red).