baritorayapost.com, BARITO TIMUR – Opini ini ditulis oleh: Yovan C Piay* – Antara Fakta dan Profesi. Kisah dari seorang jurnalis yang bercerita pengalaman dan berpesan kepada anaknya. ‘Jangan Jadi Wartawan Nak!.
Nak, kamu tahu Bapakmu ini kerja jadi apa?
Ya, jadi wartawan. Kelak kalau Kau dewasa jangan milih kerja jadi wartawan. Cari saja kerjaan seperti politikus, ekonom atau jadi dokter. Pengusaha bagus juga. Yang penting jangan jadi wartawan. Ingat itu!
Bapakmu kerja tidak jelas Nak. Urusan orang, negara, sampai urusan anjing lahir dibantu dan diberitakan. Tapi Bapakmu lupa urusan di rumah tidak pernah selesai.
Bayangkan, Bapakmu dukung kenaikan upah buruh, berhari-hari ikuti demo tapi upah Bapakmu tak pernah naik. Balik ke rumah token listrik bunyi.
Besoknya, Bapakmu ikut liputan konflik. Tapi Bapakmu dihina juga, dianggap buzzer atau pendukung penista. Bahkan didorong sampai mau ambruk. Bapak hanya diam. Karena tahu kalau melawan akan hancur ini badan sama kamera.
Padahal kerja Bapakmu ke sana-ke sini, demi dapat informasi buat masyarakat loh. Tapi sialnya para buzzer yang jualan info sesat, Bapakmu yang ketiban hinaan orang. Diserang, hampir mau dipukulin bahkan dianggap resek.
Nak jangan jadi wartawan Nak. Kemarin Bapakmu kerja tunggu sidang. Difoto sama orang, diaplod facebook, terus dan terus disebut buzzer dan dihina seperti PSK.
Ngeri loh Nak kerja jadi wartawan. Apalagi saat ini banyak media abal-abal bikin berita bohong demi dapat klik dan bisnis, plus ditambah kebencian umat tertentu terhadap media.
Bapakmu itu hidup di keriuhan tiap hari, tapi pas balik ke rumah jadi petapa. Diam berfikir kondisi negara. Konflik di mana-mana. Kamu itu sekarang diwarisi kebencian sama mereka.
Jangan jadi wartawan Nak. Nyawamu ada di tulisan dan hasil fotomu.
Tapi ingat, Bapakmu bisa kaya kalau mau jual idealisme dengan lupa etika profesi. Tapi Bapak tidak mau.
Sudahlah, yang penting jangan jadi wartawan. Jadilah pawang hujan atau panghulu saja Nak.
Kamu bakal diorder orang hajatan sama nikah tiap waktu.
- Kerja tidak berisiko,
- Kalau panas sukses,
- Kalau hujan ya tinggal bilang, alam tidak bisa dilawan.
Terkadang orang beranggapan pekerjaan jurnalis sangat mudah dan menyenangkan, tetapi mereka lupa dengan perjuangan seorang wartawan yang sampai ke pelosok dan hutan belantara demi mendapatkan “seonggok” informasi untuk diolah menjadi sebuah berita media.
Disamping harus punya militansi tinggi, dan skeptis. Pekerja pers juga sering berangkat dari rumahnya saat fajar mulai menyingsing. Kalau pulangnya jangan ditanya, terkadang sang surya sudah terbenam di upuk barat, sang jurnalis belum tiba di rumah.
Itu masih sebatas liputan. Belum lagi wartawan itu dituntut untuk mengenal kode etik jurnalistik, kemampuan penulisan berita, mencari narasumber, memahami isu, dan bisa mempertanggungjawabkan informasi yang didapat untuk disiarkan ke pembaca.
Jadi, apapun pekerjaan itu memiliki tantangan, dan rintangan. Tidak boleh mengeluh dan menyerah. Teruslah melangkahkan kaki untuk mendaki tebing yang curam hingga tiba ke atas puncak gunung tinggi lalu tanam bibit kelapa sawit, jengkol dan komoditi lain yg bernilai tinggi untuk mendongkrak ekonomi rumah tangga. Salam satu pena. (BRP).
*Penulis: Yovan C Piay, adalah ketua IWO bartim yang juga Kepala Biro baritorayapost.com di Kabupaten Barito Timur, asal dari Jakarta dan berkeluarga di Murung Raya, Domisili di Bartim.