Kasus Pidana Tertentu mulai diselidiki, sejumlah saksi mulai diperiksa oleh Penyidik Mabes Polri

BARITORAYAPOST.COM (Tanjung) – Usai sidang Perdata di Pengadilan Negeri Kelas II Tamiang Layang,  Kabupaten Barito Timur (Bartim) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Selasa (30/03/2021) yang dalam amar Putusan Majelis Hakim mengabulkan gugatan sebagian dari tuntutan PT. Badhra Cemerlang (BCL) anak perusahaan PT. Argo Lestari (Astra) terhadap tergugat PT. Aljabri Buana Citra (ABC) selaku tergugat I dan Junaidi alias Junai selaku tergugat II. 

Isi Putusan secara sah dan meyakinkan tergugat I dan tergugat II melakukan land clearing lahan sawit PT. BCL seluas 12,8 ha dan merobohkan atau merusak pohon sawit sebanyak 1.670 pohon.  Sehingga PT. BCL mengalami kerugian Rp 27 miliar (dalam gugatan).

Bacaan Lainnya

Namun, melalui pertimbangan Majelis Hakim, sehingga Pengadilan memutuskan para tergugat mengganti Rp 5,9 miliar di samping bayar biaya persidangan Rp 6.058.000 tanggung renteng.

Kasus Perdatanya sudah selesai, namun, saat ini kasus Pidananya mulai bergulir. Hal ini dibuktikan ada sejumlah saksi mulai diperiksa. Kali ini kasus pidananya diperiksa oleh Penyidik dari Mabes Polri, bertempat di Polres Tabalong (Tanjung) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Dari pantauan media Online Baritorayapost.com, hari ini Sabtu (28/08/2021) bertempat di Mapolres Tabalong ada beberapa saksi diperiksa. Salah satu saksi yang berhasil dikonfirmasi Tuhernadi saat istirahat makan siang membenarkan hari ini ia menghadiri panggilan sebagai saksi dan menghadap Kompol Sri Rahayu, S.Sos. 

“Benar hari ini saya menghadiri panggilan sebagai saksi. Berdasarkan Surat Panggilan nomor : S.Pg/545/VIII/2021 tanggal 23 agustus 2021,” papar Tuher.

Lanjutnya tadi penyidik bertanya terkait pertemuan awal sehingga PT. Aljabri Buana Citra (ABC) melaksanakan penambangan batu bara di wilayah Kecamatan Patangkep Tutui, Kabupaten Bartim. Masih menurut Tuhernadi yang juga sebagai Kepala Desa Kotam, bahwa dulu memang pernah ikut pertemuan dan membahas rencana awal yaitu terkait tanah ulayat adat seluas 1 hektar.

“Dulu saya sarankan agar sebelum melakukan penambangan di area tanah adat seluas 1 hektar (ada tanaman pisang) diselesaikan dulu pelepasan tanah, ganti rugi tanam tumbuh, dan disepakati yaitu Rp 250.000.000,- per hektare (dua ratus lima puluh juta rupiah). Tapi rincian ganti pelepasan tanah adat Rp 20 juta per hektar, pemilik SKT Rp 25 juta per hektar, jika ada tanaman sawit Rp 100 juta per hektar dan untuk Tim Rp 105 juta per hektar.

Sementara terkait 12 hektar yang digarap saya tidak tahu atau tidak hadir dalam pertemuan itu,” tutup Tuhernadi.

Sementara media ini mencoba konfirmasi pada penyidik, namun, salah satu penyidik hanya berkomentar “Maaf! pak kami belum bisa kasih keterangan dulu” dan langsung masuk ruangan. (Kadun/Red/BRP).

Pos terkait