Bagaimana impunitas mewujud
Dengan kekebalan hukum di dalamnya, bukan berarti kawasan perkebunan adalah wilayah hukum rimba. Penelitian kami tidak menjumpai kekosongan hukum, melainkan menemukan bahwa hukum bersanding dengan aturan main informal yang memengaruhi kapan dan bagaimana hukum dipatuhi.
Artinya, bagi warga desa di kawasan perkebunan, meskipun secara teknis punya hak-hak hukum, mereka tidak bisa menggunakannya. Dari temuan kami, tantangan utamanya yakni mereka tidak mendapatkan dukungan dari kepala desa yang mestinya menyediakan sokongan kuat ketika mereka berupaya mendekati instansi pemerintahan, pengadilan, atau perusahaan.
Namun, kepala desa pun berada di posisi sulit untuk membela warganya. Di kabupaten tempat kami melakukan penelitian, para kepala desa ditunjuk menjadi anggota “tim pembebasan lahan” serta “tim koordinasi” yang dibentuk untuk memuluskan operasi perusahaan. Perusahaan biasanya menggaji mereka bulanan, disamping memberikan bonus atau persenan atas keberhasilan tugas mereka. Para kepala desa ini tunduk kepada atasan mereka yang juga merupakan anggota tim koordinasi di tingkat kecamatan dan kabupaten. Dengan penunjukan ini, berarti mereka masuk ke dalam daftar penerima gaji perusahaan yang mestinya mereka pertanggungjawabkan sebagai perwakilan warga.
Dari temuan-temuan yang serng ada, perusahaan biasanya membuat komitmen kepada warga dalam bentuk lisan yang tidak begitu jelas. Warga menerima komitmen itu atas dasar kepercayaan, karena mereka tidak memiliki posisi tawar untuk memastikan agar pemenuhan janji perusahaan dapat ditegakkan sesuai aturan hukum. Para pejabat di tingkat kecamatan yang mengawasi proses itu tidak-atau tidak bisa-bertindak tegas. Kalau bertindak tegas, seperti camat yang kami temui, ia berisiko bermusuhan dengan rekan-rekan serta atasannya.
Beberapa camat lain memberi penjelasan senada: ketika mereka berupaya ambil sikap dan bertindak berdasarkan aturan hukum atau mendukung tuntutan masyarakat agar perusahaan mematuhi hukum, mereka berisiko dipindah-tugaskan dengan peran baru yang lebih lemah. Mereka pun bakal dipandang sebagai orang yang susah diatur, yang gagal memahami ‘sistem’ yang berlaku.